Senin, 22 Juni 2015

KECERDASAN INTELEKTUAL DAN KECERDASAN EMOSIONAL









MAKALAH

KECERDASAN INTELEKTUAL DAN  KECERDASAN EMOSIONAL
Di susun untuk memenuhi mata kuliah
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
Yang di bina oleh Bapak: Ahmad Fawaid, M.Pd,I


STAINColor
 










Disusun oleh Kelompok 7:

R. Ali Mahdum Dafir      (18201301030169)

JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDY BAHASA INGGRIS
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PAMEKASAN
2014/2015



KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. atas terselesaikannya makalah ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahlimpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Beserta seluruh keluarga, para sahabat, dan para pengikut beliau yang setia hingga akhir zaman.
Alhamdulillah wa syukurillah berkat Rahmat dan Hidayah Allah SWT, kami dapat menyelesaikan tugas makalah Perkembangan Peserta Didik, yang membahas tentang Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan Emosional.
Ucapan terima kasih tak luput kami sampaikan pula kepada berbagai pihak yang terkait dalam penyusunan makalah ini. Terutama kepada Bapak Ahmad Fawaid, M.Pd.I sebagai dosen pengampu mata kuliah PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK yang telah membina dan menuntun kami untuk bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis menyadari tiada gading yang tak retak, sehingga penulis berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca budiman demi adanya peningkatan dalam makalah kami selanjutnya.
Terlepas dari banyaknya kekurangan yang ada, penulis berharap agar isi dari makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

“ Allahumma shalli’ala sayyidi muhammad”

Pamekasan, 15 April 2015

Penulis



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.......................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang............................................................................................. 1

2.      Rumusan masalah........................................................................................ 2

3.      Tujuan Masalah............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A.    Kecerdasan Intelektual (IQ)........................................................................ 3

B.     Kecerdasan Emosional (EQ)........................................................................ 6

C.     Cara Meningkatakan Kecerdasan Intelektual .............................................  8

D.    Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional................................................ 10

E.     Hubungan antara Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan Emosional....... 11

BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan.................................................................................................. 12

B.     Saran............................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 13
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang

Selama ini kecerdasan manusia selalu dinilai dari tingkat kecerdasan secara intelektual (IQ). Melalui IQ, manusia dianggap cerdas dalam menghadapi segala bentuk permasalahan yang terjadi. Persaingan yang dibentuk setiap jenjang pendidikan selalu dikaitkan dengan kecerdasan intelektual ini. Nilai dan kemampuan menjadi tolok ukur keberhasilan seseorang.

Namun, berbagai penelitian mengungkapkan peran IQ hanya sebatas syarat keberhasilan hidup. Maka dari itu, lahirlah konsep pemikiran tentang kecerdasan emosional (EQ) yang dianggap mampu mengantarkan seseorang menuju puncak prestasi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya orang-orang berkemampuan IQ tinggi, tetapi terpuruk menghadapi dunia persaingan. Sebaliknya, orang dengan kemampuan intelektual biasa-biasa saja justru sukses menjadi pengusaha dan pemimpin di berbagai bidang.

Kombinasi dari kedua kecerdasan ini memiliki andil dalam kesuksesan seseorang. Ketika kecerdasan intelektual dipadukan dengan emosi, sesungguhnya prestasi telah dapat ditorehkan. Namun,  setelah mereka mendapatkan semuanya, seringkali mereka dihinggapi perasaan kosong, tidak tahu apa tujuan sebenarnya dari keberhasilan ini. Disinilah peran kecerdasan ketiga, yaitu kecerdasan spiritual (SQ) dalam menjawab permasalahan ini. Prinsip hidup berdasarkan ketuhanan menjadikan berbagai proses mengarah pada satu tujuan. Spiritual atau aspek rohani dianggap sebagai penyeimbang aspek kecerdasan manusia.


 



2.      Rumusan masalah

a.       Apa itu Kecerdasan Intelektual (IQ) ?

b.      Apa itu Kecerdasan Emosional (EQ) ?

c.       Bagaimana cara meningkatkan Kecerdasan Intelektual ?

d.      Bagaimana cara meningkatkan Kecerdasan Emosional ?

e.       Bagaimana hubungan antara Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan Emosional ?

 

3.      Tujuan

a.       Menjelaskan Kecerdasan Intelektual (IQ).

b.      Menjelaskan Kecerdasan Emosional (EQ).

c.       Menjelaskan Bagaimana cara meningkatkan Kecerdasan Intelektual (IQ).

d.      Menjelaskan Bagaimana cara meningkatkan Kecerdasan Emosional (EQ).

e.       Menjelaskan hubungan antara Kecerdasan Intelektual (IQ) dan Kecerdasan Emosional (EQ).



3

 
 
 
BAB II
PEMBAHASAN

A.           Kecerdasan Intelektual / Intelligence Quotient (IQ)

Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang menuntut pemberdayaan otak, hati, jasmani, dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara fungsional dengan yang lain. Intelectual Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari perancis pada awal abad ke 20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal dengan test Stanford-Binet. Pada saat itu IQ dipahami sebagai pokok dari sebuah kecerdasan seseorang sehingga IQ dianggap menjadi tolak ukur keberhasilan dan prestasi hidup seseorang. Kecerdasan ini adalah sebuah kecerdasan yang memberikan orang tersebut kemampuan untuk berhitung, beranalogi, berimajinasi dan memiliki daya kreasi serta inovasi. Kecerdasan intelektual merupkan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut.[1] Prakarsa kedua orang di atas menghasilkan test Stanford-Binet, yang digunakan untuk mengukur kecerdasan anak yang boleh masuk sekolah biasa atau sekolah luar biasa.

Dalam pandang Stanford-Binet IQ dipandang sebagai berikut :

1.         Kecenderungan untuk menetapkan dan mempertahankan tujuan tertentu, semakin cerdas seseorang, semakin cakaplah ia menentukan tujuan tersebut, dengan tidak mudah membelokkan tujuan tersebut,

2.         Kemampuan untuk menyelesaikan dengan tujuan yang telah ditetapkan tersebut,

3.         Kemampuan untuk melakukan otokritik, yang terwujud dalam kemampuan untuk mencari kesalahan yang telah diperbuatnya dan memperbaiki kesalahan tersebut.

IQ (Intelligence Quotient) adalah kemampuan atau kecerdasan yang didapat dari hasil pengerjaan soal-soal atau kemampuan untuk memecahkan sebuah pertanyaan dan selalu dikaitkan dengan hal akademik seseorang.

Orang yang kecerdasan intelektualnya baik, baginya tidak akan ada informasi yang sulit, semuanya dapat disimpan, diolah dan diinformasikan kembali pada saat dibutuhkan. Proses dalam menerima, menyimpan dan mengolah kembali informasi biasa disebut “berfikir”. Berfikir adalah media untuk menambah perbendaharaan otak manusia.

Ada lima dimensi kemampuan intelektual, yaitu :

1.        Kognisi, yang merupakan operasi pokok intelektual dalam proses belajar,

2.        Mengingat merupakan proses mental primer untuk retensi atau menyimpan dan reproduksi segala sesuatu yang diketahui intelektual,

3.        Berfikir divirgen, yaitu operasinya  jelas mencakup potensi bakat kreatif, yang bertugas mencoba sesuatu,

4.        Berfikir konvergen, yaitu berfikir yang menghasilkan informasi dari informasi yang sudah ada, yang hasilnya ditentukan oleh respon yang diberikan,

5.        Evaluasi, yaitu kemampuan mencari keputusan atau mencari informasi dari kriteria yang memuaskan

Tingkat kecerdasan seorang anak yang ditentukan secara metodik oleh IQ (Intelligence Quotient) memegang peranan penting untuk suksesnya anak dalam belajar. Menurut penyelidikan, IQ atau daya tangkap seseorang dapat ditentukan seorang tersebut umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan genetik yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu disamping faktor gizi makan yang cukup.

IQ atau daya tangkap ini dianggap takkan berubah sampai orang dewasa, kecuali bila ada sebab kemunduran fungsi otak seperti penuaan dan kecelakaan. IQ yang tinggi memudahkan seorang murid belajar dan memahami berbagai ilmu. Daya tangkap yang kurang merupakan penyebab kesulitan belajar pada seorang murid, disamping faktor lain, seperti gangguan fisik (demam, lemah, sakit) dan gangguan emosional. Awal untuk melihat IQ seorang anak adalah pada saat ia mulai berkata-kata. Ada hubungan langsung antara kemampuan bahasa si anak dengan IQ-nya. Apabila seorang anak dengan IQ tinggi maasuk sekolah, penguasaan bahasanya akan cepat dan banyak.

Rumus kecerdasan umum, atau IQ yang ditetapkan oleh para ilmuan adalah:

                       Usia mental anak

                                                                           X 100 = IQ

                       Usia sesungguhnya

 

Misalnya anak pada usia 3 tahun telah punya kecerdasan anak-anak yang rata-rata baru bisa berbicara seperti itu pada usia 4 tahun. Inilah yang disebut dengan usia mental. Berati IQ si anak adalah 4/3 x 100 = 133. Interpretasi dari IQ adalah sebagai berikut :

TINGKAT KECERDASAN
IQ
Genius
Di atas 140
Sangat super
120 – 140
Super
110 – 120
Normal
90 – 110
Bodoh
80 – 90
Perbatasan
70 – 80
Dungu
50 – 70
Inbecile
25 – 50
Idiot
0 – 25

 

Kematangan intelektual menjadi  perasyarat pelajar yang baik bagi siswa. Demikian juga kematangan psikologis dan kepribadian. Kematangan intelektual bisa menjadi prakondisi atau kondisi, diperlukan proses belajar yang lama dan intensif bagi terwujudnya intelektual siswa. Kematangan intektual yang dicapai melalui sebuah proses merupakan “kondisi”. Intelektual siswa yang sudah matang menjadi prakondisi baik kematangan intelektualisasi lanjutan.

Salah satu ciri kematangan intelektual siswa adalah kemampuannya mentoleransi ketidakpastian, menahan persetujuan, kemampuan untuk kontradiksi, serta mengakui manfaat atas konsep dan pendapat yang berlawanan tanpa skeptisme dan rivalitas. Orang yang sudah matang intelektualnya tidak akan mengembangkan sikap antagonistik ketika terjadi perbedaan pendapat, mengkaji ulang simpulan yang meragukan dan mencoba mengambil manfaat atas konsep atau teori yang berbeda dari perspektif lain. Baginya, sikap skeptis menjadi penting tetapi tidak berlebihan, apalagi selalu skeptis dengan perilaku, tindakan atau pemikiran orang lain.[2]

B.                 Kecerdasan Emosional / Emotional Quotient (EQ)

Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 psikolog peter salovey dari Harvard university dan john meyer dari university of new hampshire. Beberapa bentuk emosional yang di nilai penting bagi keberhasilan, yaitu:

a.       Empati

b.      Mengungkapkan dan memahami perasaaan

c.       Mengendalikan amarah

d.      Kemandirian

e.       Kemampuan menyesuaikan diri

f.       Disukai

g.      Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi

h.      Ketekunan

i.        Kesetiakawanan

j.        Keramahan

k.      Sikap hormat

Tingkat kecerdasan emosi tidak terkait dengan faktor genetis, tidak juga hanya bisa berkembang pada masa kanak-kanak. Tidak seperti IQ yang berubah hanya sedikit setelah melewati usia remaja, kecerdasan emosi lebih banyak diperoleh melalui belajar dari pengalaman sendiri, sehingga kecakapan-kecakapn kita dalam hal ini terus tumbuh.

Idealnya seseorang dapat menguasai keterampilan kognitif sekaligus keterampilan sosial emosional. Barangkali perbedaan paling mendasar antara IQ dan EQ adalah, bahwa EQ tidak dipengaruhi oleh faktor keturunan, sehingga membuka kesempatan bagi orang tua dan para pendidik untuk melanjutkan apa yang telah disediakan oleh alam agar anak mempunyai peluang lebih besar untuk meraih kesuksesan.[3]

Namun, menurut sejumlah hasil penelitian, telah banyak terbukti bahwa kecerdasan emosi memiliki peran yang jauh lebih signifikan dibanding kecerdasan intellectual (IQ). Kecerdasan Otak (IQ) barulah sebatas syarat minimal dalam menggapai keberhasilan, namun kecerdasan emosilah yang sesungguhnya (hampir seluruhnya terbukti) mengantarkan seseorang menuju puncak prestasi.

Goleman menggambarkan beberapa ciri kecerdasan emosional yang terdapat pada diri seseorang berupa:

a.       Kemampuan memotivasi diri.

b.      Ketahanan menghadapi frustasi.

c.       Kemampuan mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan.

d.      Kemampuan menjaga suasana hati dan menjaga agar bebas stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdo’a.


 

Walaupun kemampuan memotivasi diri menjadi sesuatu yang sangat penting sebagai wujud dari kemandirian anak, namun dalam proses perkembangan anak masih memerlukan peran orang tua untuk memfasilitasi peningkatan motivasi mereka. Untuk itu sebagai orang tua maupun guru dapat membantu mengembangkan kemampuan dan menumbuhkan motivasi diri anak melalui ;

a.         Mengajarkan anak mengharapkan keberhasilan

b.         Menyediakan kesempatan bagi anak untuk menguasai lingkungannya

c.         Memberikan pendidikan yang relevan dengan gaya belajar anak

d.        Mengajarkan anak untuk menghargai sikap yang tidak mudah menyerah

e.         Mengajarkan anak pentingnya menghadapi dan mengatasi kegagalan.

 

C.                Cara Menigkatkan Kecerdasan Intelektual / Intelligence Quotient (IQ)

1.          Membuat Dialog Internal Pemberdayaan

Dialog sangat memiliki pengaruh terhadap kemampuan anak. Dialog yang negatif dapat mendorong anak mengalami kegagalan. Anak yang merasa rendah diri, akan mengalami pemiskinan intelektualitas. Sedangkan sebaliknya, dialog positif dapat meningkatkan keberhasilan anak meraih masa depan.

Para ilmuwan percaya, ada hubungan signifikan antara pikiran dan tubuh anak. Pikiran depresi akan menekan energi dan motivasi. Selain itu, juga mengurangi kemampuan anak berfikir jernih dan melakukan tindakan tepat. Anak-anak yang depresi cenderung mengalami keraguan dan sulit berpikir jernih. Depresi dapat mengguncang keteguhan sehingga anak-anak tidak dapat mengenali apa yang benar-benar dapat dicapai.

Ciptakan sebuah dialog internal positif yang dapat meningkatkan kinerja intelektual anak. Yakni sebuah cara menghilangkan pemikiran subyektif dan membangun kepercayaan diri, mengajarkan anak bagaimana mempraktekkan tanggapan positif.


2.         Tanamkan kata-kata

Memberikan kata-kata yang bisa memotivasi anak untuk meningkatkan tingkat belajar anak dan membuat anak semangat dalam belajar. Contoh :   Saya akan melakukan yang terbaik yang saya bisa.

3.         Latihan Pengendalian Pernapasan Anak

Salah satu metode efektif dan efisien merangsang proses mental anak adalah pengendalian bernafas. Penelitian menunjukkan, anak-anak memiliki performa akademis yang lebih baik ketika mereka melakukan latihan pernafasan sebelum tes atau tugas.

Latihan pernafasan ini terbukti dapat mengurangi rasa cemas ketika menghadapi ujian. Selain itu, pernafasan yang meningkatkan aliran oksigen ke otak dapat meningkatkan daya ingat, konsentrasi dan kemampuan pemecahan masalah.

Caranya cukup mudah, ajarkan anak menghitung sampai lima saat bernafas kemudian sampai lima lagi saat nafas keluar. Ulangi cara bernafas ini sekitar 6 kali atau kurang lebih satu menit.  Instruksikan anak untuk mengulang latihan pernafasan setiap kali Ia akan mengerjakan tugas, menghadapi ujian maupun situasi pemecahan masalah yang lain.

Latihan ini perlu diulang berkali-kali agar anak terbiasa. Hal yang patut digaris bawahi mengenai latihan pernafasan, perhatikan cara menarik dan membuang nafas yang lebih cocok untuk dilakukan.

4.         Lakukan Olah Raga Mental

Beberapa hal dapat dilakukan untuk mengasah kemampuan anak. Bermain  mampu merangsang pikiran, terutama permainan berbasis strategi. Selain itu, game juga mengasah kemampuan verbal, daya konsentrasi, persepsi dan penalaran.

Berikut  beberapa permainan yang direkomendasi untuk membangun otak yang dapat dilakukan bersama keluarga: Catur, Tebak kata, Puzzle Matematika


 

5.         Meningkatkan Intelektual dengan Interaksi Verbal Keluarga  

Jangan menjauhkan anak-anak dari percakapan keluarga hanya ketidak mengertiannya. Libatkan anak-anak dalam percakapan karena ini juga membantu mengembangkan keterampilan bahasa dan kosa kata. Tak hanya anak-anak usia sekolah, justru terutama anak berusia 16 hingga 26 bulan dimana kemampuan bahasanya sedang berkembang pesat

Tak peduli usia anak, bicarakan topik yang menarik minat mereka  seperti sekolah, teman, hobi, aktivitas, beberapa proyek kreativitas, perjalanan, dan hal-hal menarik lainnya. Apapun yang muncul dari interaksi ini akan membuat anak merasa dihargai serta berkembang lebih cerdas.

6.         Dorong Anak untuk Membaca Repetitif

Membaca membantu anak mengoptimalkan potensi intelektualnya. Selain itu, aktivitas membaca bersama dapat memelihara bahasa cinta dan memperkuat ikatan orang tua dan anak.

 

D.                Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional / Emotional Quotient(EQ)

1.         Mengenali emosi diri sendiri.

2.         Memotivasi diri sendiri, kemampuan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi, sehingga ia cenderung produktif dan efektif.

3.         Mengenali emosi orang lain, yaitu empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Kemampuan ini membuat orang tersebut lebih efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain.

4.         Mengelola emosi orang lain, manusia adalah makhluk emosional. Semua hubungan sebagian besar dibangun atas dasar interaksi antar manusia yang dengannya seseorang dapat membangun hubungan antar pribadi yang kokoh.

5.         Memotivasi orang lain yang merupakan kelanjutan mengelola emosi orang lain, kemampuan ini sangat erat kaitannya dengan kemampuan memimpin, menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang lain.

E.                Hubungan antara Kecerdasan Intelektual / Intelligence Quotient (IQ) dengan Kecerdasan Emosional / Emotional Quotient (EQ).

Dalam perkembangannya, pandangan terhadap kecerdasan ini mengarah pada pemikiran bahwa terdapat hubungan secara fungsional antara kecerdasan intelektual dengan emosi seseorang. Rappaport dalam risetnya di tahun 1970-an menyimpulkaan bahwa emosi tidak hanya dibutuhkan dalam penerimaan, pengorganasian dan pemanggilan informasi yang ada di memory. Orang tidak akan pernah mencapai kesuksesan dalam bidang apapun kecuali mereka menyenangi bidang itu. Jadi untuk mengoptimalkan kecerdasan intelektual yang biasa disebut dengan accelereated learning, tidak dapat dicapai tanpa bantuan aktifitas emosional yang positif.[4]

Dalam rangka mengarahkan emosi-emosi tersebut untuk menjadi potensi yang positif, maka perlu adanya upaya ataupun langkah-langkah yang dilaksanakan. Upaya tersebut akan mampu melahirkan kecerdasan emosional dari diri seseorang, dan akhirnya dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Kecerdasan emosional (Emotional Quatient) itu dalam wacana Al-Qur’an dikenal dengan konsep akhlakul karimah.

Kecerdasan intelektual (IQ) biasa dipandang sebagai indikator utama kesuksesan seseorang, tetapi sekarang IQ ternyata tidak satu-satunya alat  dalam menentukan kesuksesan hidup seseorang, orang-orang yang  IQ nya  sedang-sedang saja sering mampu mencapai kesukses  yang luar biasa, disebabkan EQ nya tinggi. Bagi mereka yang IQ  dan  EQ nya   tinggi merupakan aset yang sangat berharga. Bila seseorang EQ nya rendah, maka dia kurang bisa mencapai kesuksesan pribadi.



12
 
 
 
BAB III
KESIMPULAN

A.      KESIMPULAN

Banyak di dunia ini hanya mengukur seseorang dari kecerdasan IQ-nya saja.Padahal menurut penelitian para pakar, kecerdasan IQ hanya menyumbang 5% (maksimal 10%) dalam kesuksesan seseorang. Mulai dari kita belajar di Sekolah Dasar dari sistem NEM sampai kuliah dengan sistem IPK. Bahkan tidak jarang banyak perusahaan yang merekrut seseorang berdasarkan dari test IQ saja.

Seseorang yang hanya memiliki kecerdasan intelektual akan selalu memandang remeh orang lain yang dianggap kurang mampu dibidang intelektualnya jika tidak dibarengi dengan kecerdasan emosional. Dia tidak bisa memahami perasaan orang lain bahkan tidak dapat memberikan apresiasi pada jerih payah orang lain. Sedangkan orang yang memiliki kecerdasan emosional akan menghargai hasil kerja orang lain dan akan memberikan motivasi agar orang lain semangat dalam melaksanakan pekerjaannya.

 

B.       SARAN

Didalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, kami mohon kriti dan saran yang bersifat membangun dari setiap pihak yang terkait. Sehingga, kami dapat menjadikannya sebagai motivasi guna perbaikan dalam proses belajar kami selanjutnya. Penulis juga berharap agar setiap isi dari makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


 
 
DAFTAR PUSTAKA

 

Baharuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar Dan Pembelajaran. 2007. Ar-Ruzz

media Jogjakarta

Danim Sudarmawan, Khairil. psikologi pendidikan. 2010. Alfabeta Bandung.

Sholichin Mochlis, Psikologi Belajar. 2013. Pena Salsabila Surabaya 

                                                





[1] Mochlis Sholichin, Psikologi Belajar, (Surabaya: Pena Salsabila,  2013), hlm.190.


[2] Sudarmawan danim/khairil,  Psikologi  Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 165.


[3] Dakir. Pengantar Psikologi Umum. (Yogyakarta: Institut Press IKIP, 1977), hlm. 85.


[4]  Ibid, hlm, 192

2 komentar:

  1. Artikelnya bagus mas .... Kunjungi Juga

    http://kodepikiran.blogspot.co.id
    http://tiketsehat.blogspot.com/

    BalasHapus