MAKALAH
PESERTA DIDIK
DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Di susun untuk memenuhi mata kuliah
ILMU PENDIDIKAN
ISLAM
Yang di bina oleh Bapak: Zainuddin Syarif, DR. M.AG
Disusun oleh :
R. Ali
Mahdum Dafir (18201301030169)
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDY BAHASA INGGRIS
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PAMEKASAN
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur Alhamdulillah kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. atas terselesaikannya makalah ini. Shalawat dan salam
semoga tetap tercurahlimpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Beserta seluruh keluarga, para sahabat, dan para
pengikut beliau yang setia hingga akhir zaman.
Alhamdulillah wa syukurillah berkat Rahmat dan Hidayah
Allah SWT, kami dapat menyelesaikan tugas makalah Ilmu
Pendidikan Islam, yang membahas tentang
Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam.
Ucapan
terima kasih tak luput kami sampaikan pula kepada berbagai pihak yang terkait
dalam penyusunan makalah ini. Terutama kepada Bapak
Zainuddin Syarif, DR. M.AG sebagai dosen pengampu mata kuliah ILMU
PENDIDIKAN ISLAM yang telah membina dan menuntun kami untuk bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis
menyadari tiada gading yang tak retak, sehingga penulis berharap adanya kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca budiman demi adanya peningkatan dalam makalah
kami selanjutnya.
Terlepas dari banyaknya kekurangan yang ada, penulis
berharap agar isi dari makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
“ Allahumma shalli’ala sayyidi muhammad”
Pamekasan, 15 Juni 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang............................................................................................. 1
2. Rumusan masalah........................................................................................ 2
3. Tujuan Masalah............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Peserta Didik............................................................................ 3
B. Pengertian Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam..................................... 5
C. Kebutuhan Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam ................................... 9
D. Karakteristik Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam................................. 11
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Pendidik dan peserta didik merupakan komponen penting dalam
sistem pendidikan Islam. Kedua komponen ini saling berinteraksi dalam proses
pembelajaran untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.
Demikian pula peserta didik, ia tidak hanya sekedar objek
pendidikan, tetapi pada saat-saat tertentu ia akan menjadi subjek pendidikan.
Hal ini membuktikan bahwa posisi peserta didik pun tidak hanya sekedar pasif
laksana cangkir kosong yang siap menerima air kapan dan dimanapun. Akan tetapi
peserta didik harus aktif, kreatif dan dinamis dalam berinteraksi dengan
gurunya, sekaligus dalam upaya pengembangan keilmuannya.
Pendidikan merupakan bimbingan dan pertolongan secara sadar
yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik sesuai dengan perkembangan
jasmaniah dan rohaniah ke arah kedewasaan. Peserta didik di dalam mencari
nilai-nilai hidup, harus dapat bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena
menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan suci/fitrah
sedangkan alam sekitarnya akan memberi corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan agama peserta didik.[1]
Hal
ini sebagaimana Firman Allah SWT:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ
حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ
لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا
يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S Ar-Rum : 30)
Dilihat dari segi kedudukannya, peserta didik adalah makhluk
yang sedang berada dalam proses pekembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya
masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisiten
menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.[2]
Dengan demikian, maka agar pendidikan Islam dapat berhasil dengan
sebaik-baiknya haruslah menempuh jalan pendidikan yang sesuai dengan
perkembangan fitrah anak didik.
Berkaitan dengan hal di atas, maka peseta didik dalam
pendidikan Islam memiliki aspek-aspek penting yang perlu kita kaji dan
kembangkan dalam kajian pendidikan. Oleh karena itu, pada pembahasan kali ini
kami akan menjelaskan tentang pengertian peserta didik dalam pendidikan Islam,
kebutuhan-kebutuhan peserta didik, karakteristik peserta didik, dan sifat-sifat
serta kode etik peserta didik dalam pendidikan Islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud Peserta Didik ?
2.
Apakah yang dimaksud dengan Peserta Didik Dalam Pendidikan
Islam?
3.
Apa kebutuhan-kebutuhan Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam?
4.
Bagaimana karakteristik Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam?
C.
Tujuan
1.
Menjelaskan Apa yang dimaksud dengan Peserta
Didik ?
2.
Menjelaskan Apa yang dimaksud dengan Peserta Didik Dalam
Pendidikan Islam?
3.
Menjelaskan Apa saja kebutuhan Peserta Didik Dalam
Pendidikan Islam?
4.
Bagaimana karakteristik Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Peserta
Didik
Secara
etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat pengajaran ilmu. Secara
terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang mengalami
perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan dan arahan
dalam membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses
pendidikan. Dengan kata lain peserta didik adalah seorang individu yang tengah
mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental
maupun fikiran.[3]
Dalam
istilah tasawuf peserta didik disebut dengan “murid” atau “thalib”.
Secara etimologi murid berarti orang yang menghendaki. Sedangkan menurut arti
terminologi, murid adalah pencari hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang
pembimbing spiritual (mursyid). Sedangkan istilah thalib secara
bahasa adalah orang yang mencari. Sedang menurut istilah tasawuf adalah
penempuh jalan spiritual, di mana ia berusaha keras menempuh dirinya untuk
mencapai derajat sufi.[4]
Adapula
penyebutan peserta didik dengan sebutan anak didik. Dalam persepektif filsafat
pendidikan Islam, hakikat anak didik terdiri dari beberapa macam:
1.
Anak didik adalah darah daging sendiri, orang tua adalah
pendidik bagi anak-anaknya maka semua keturunannya menjadi anak didiknya di
dalam keluarga.
2.
Anak didik adalah semua anak yang berada di bawah bimbingan
pendidik di lembaga formal maupun nonformal.
3.
Anak didik secara khusus adalah orang-orang yang belajar di
lembaga pendidikan tertentu yang menerima bimbingan, pengarahan, nasihat,
pembelajaran dan berbagai hal yang berkaitan dengan proses kependidikan.[5]
Peserta
didik secara formal adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan
perkembangan baik secara fisik maupun psikis.[6]
Menurut
pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya
melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.[7]
Dalam
paradigma Pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan
memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di
sini peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani
maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun
perimbangan pada bagian-bagian lainnya.[8]
Adapula
yang mendefinisikan peserta didik adalah orang yang menuntut ilmu di lembaga
pendidikan, bisa disebut sebagai murid, santri atau mahasiswa.[9]
Peserta
didik adalah setiap manusia yang sepanjang hidupnya selalu dalam perkembangan.
Kaitannya dengan pendidikan adalah bahwa perkembangan peserta didik itu selalu
menuju kedewasaan dimana semuanya itu terjadi karena adanya bantuan dan
bimbingan yang diberikan oleh pendidik.[10]
Siswa
atau peserta didik adalah salah satu komponen manusia yang menempati posisi
sentral dalam proses belajar-mengajar, peserta didiklah yang menjadi pokok
persoalan dan sebagai tumpuan perhatian. Di dalam proses belajar mengajar,
siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian
ingin mencapainya secara optimal. Peserta didik itu akan menjadi faktor
“penentu”, sehingga menuntut dan dapat mempengaruhi segala sesuatu yang
diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya.[11]
Itulah sebabnya sisa atau peserta didik adalah merupakan subjek belajar.
B.
Definisi Peserta
Didik dalam Pendidikan Islam
Dengan
berpijak pada paradigma “belajar sepanjang masa”, maka istilah yang tepat untuk
menyebut individu yang menuntut ilmu adalah peserta didik dan bukan anak didik.
Peserta didik cakupannya lebih luas, yang tidak hanya melibatkan anak-anak,
tetapi juga pada orang-orang dewasa. Sementara istilah anak didik hanya
dikhususkan bagi individu yang berusia kanak-kanak. Penyebutan peserta didik
ini juga mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan tidak hanya di sekolah
(pendidikan formal), tapi juga lembaga pendidikan di masyarakat, seperti
Majelis Taklim, Paguyuban, dan sebagainya.[12]
Secara
etimologi, murid berarti “orang yang menghendaki”. Sedangkan menurut arti
terminologi, murid adalah pencari hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang
pembimbing spiritual (mursyid). Sedangkan thalib secara bahasa
berarti orang yang mencari, sedangkan menurut istilah tasawuf adalah penempuh
jalan spiritual, dimana ia berusaha keras menempuh dirinya untuk mencapai
derajat sufi. Penyebutan murid ini juga dipakai untuk menyebut peserta didik
pada sekolah tingkat dasar dan menengah, sementara untuk perguruan tinggi
lazimnya disebut dengan mahasiswa.[13]
Peserta
didik adalah amanat bagi para pendidiknya. Jika ia dibiasakan untuk melakukan
kebaikan, niscaya ia akan tumbuh menjadi orang yang baik, selanjutnya
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhiratlah kedua orang tuanya dan juga setiap
mu’alim dan murabbi yang menangani pendidikan dan pengajarannya.
Sebaliknya, jika peserta didik dibiasakan melakukan hal-hal yang buruk dan
ditelantarkan tanpa pendidikan dan pengajaran seperti hewan ternak yang
dilepaskan beitu saja dengan bebasnya, niscaya dia akan menjadi seorang yang
celaka dan binasa.[14]
Sama
halnya dengan teori barat, peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu
sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan
religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Definisi tersebut
memberi arti bahwa peserta didik merupakan individu yang belum dewasa, yang
karenanya memerlukan orang lain untuk menjadikan dirinya dewasa. Anak kandung
adalah peserta didik dalam keluarga, murid adalah peserta didik di sekolah, dan
umat beragama menjadi peserta didik masyarakat sekitarnya, dan umat beragama
menjadi peserta didik ruhaniawan dalam suatu agama.[15]
Dengan
demikian dalam konsep pendidikan Islam, tugas mengajar, mendidik, dan
memberikan tuntunan sama artinya dengan upaya untuk meraih surga. Sebaliknya,
menelantarkan hal tersebut berarti sama dengan mejerumuskan diri ke dalam
neraka. Jadi, kita tidak boleh melalaikan tugas ini, terlebih lagi Nabi
bersabda[16]:
أَكْرِمُوْااَبْنَاءَكُمْ
وَأَحْسِنُوْا اَدَبَهُمْ
“Muliakanlah
anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik” (hadits diketengahkan oleh Ibnu Majah
2/1211, tetapi Al-Albani menilainya dha’if)
Menurut
Langeveld anak manusia itu memerlukan pendidikan, karena ia berada dalam
keadaan tidak berdaya (hulpeoosheid).[17]
Dalam Al-Quran dijelakan:
وَاللَّهُ
أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ
لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur”.(QS. An-Nahl: 78)
Peserta
didik di dalam mencari nilai-nilai hidup, harus dapat bimbingan sepenuhnya dari
pendidik, karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah
dan suci/fitrah sedangkan alam sekitarnya akan memberi corak warna terhadap
nilai hidup atas pendidikan agama peserta didik.[18]
Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW., yang berbunyi:
مَامِنْ مَوْلُوْدٍ
اِلَّايُوْلَدُعلَىَ الْفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِ اَوْيُنَصِّرَانِهِ
اَوْيُمَجِّسَانِهِ (رواه مسلم)
Artinya: “Tidaklah anak yang
dilahirkan itu kecuali telah membaa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada
Allah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama
Yahudi, Nasrani, Majusi (HR. Muslim)
Menurut
hadis ini manusia lahir membawa kemampuan-kemampuan; kemampuan itulah yang
disebut pembawaan. Fitrah yang disebut di dalam hadis itu adalah potensi.
Potensi adalah kemampuan; jadi fitrah yang dimaksud disini adalah pembawaan.
Ayah-ibu dalam hadis ini adalah lingkungan sebagaimana yang dimaksud oleh para
ahli pendidikan. Kedua-duanya itulah, menurut hadis ini, yang menentukan
perkembangan seseorang.[19]
Manusia
memepunyai banyak kecenderungan, ini disebabkan oleh banyak potensi yang
dibawanya. Dalam garis besarnya, kecenderungan itu dapat dibagi dua, yaitu
kecenderungan menjadi orang yang baik dan kecenderungan menjadi orang yang
jahat. Kecenderungan beragama termasuk ke dalam kecenderungan menjadi baik.[20]
Firman Allah dalam Al-Quran surat Ar-Rum ayat 30:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ
حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ
لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا
يَعْلَمُونَ
“Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui” (QS. Ar-Rum: 30)
Dari
ayat dan hadits tersebut jelaslah bahwa pada dasarnya anak itu telah membawa
fitrah beragama, dan kemudian bergantung kepada para pendidiknya dalam
mengembangkan fitrah itu sendiri sesuai dengan usia anak dalam pertumbuhannya.
Dasar-dasar pendidikan agama ini harus sudah ditanamkan sejak peserta didik itu
masih usia muda, karena kalau tidak demikian kemungkinan mengalami kesulitan
kelak untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang diberikan pada masa dewasa.
Dengan demikian, maka agar pendidikan Islam dapat berhasil dengan
sebaik-baiknya haruslah menempuh jalan pendidikan yang sesuai dengan
perkembangan peserta didik, seperti disebutkan dalam hadits Nabi:
خَاطِبوُاالنَّاسَ عَلىَ
قُلُوْبِهِمْ (الحديث)
“Berbicaralah kepada
orang lain sesuai dengan tingkat perkembangan akalnya” (Al-Hadits)
C.
Kebutuhan-Kebutuhan
Peserta Didik
Kebutuhan
peserta didik adalah sesuatu kebutuhan yang harus didapatkan oleh peserta didik
untuk mendapatkan kedewasaan ilmu. Kebutuhan peserta didik tersebut wajib
dipenuhi atau diberikan oleh pendidik kepada peserta didiknya. Menurut
Ramayulis, ada delapan kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi, yaitu:
a.
Kebutuhan Fisik
Fisik
seorang anak didik selalu mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Proses
pertumbuhan fisik ini terbagi menjadi tiga tahapan:
1)
Peserta didik pada usia 0-7 tahun, pada masa ini peserta
didik masih mengalami masa kanak-kanak
2)
Peserta didik pada usia 7-14 tahun, pada usia ini biasanya
peserta didik tengah mengalami masa sekolah yang didukung dengan peralihan
pendidikan formal.
3)
Peserta didik pada usia 14-21 tahun, pada masa ini peserta
didik mulai mengalami masa pubertas yang akan membawa kepada kedewasaan.[21]
b.
Kebutuhan Sosial
Adalah
kebutuhan yang berhubungan langsung dengan masyarakat agar peserta didik dapat
berinteraksi dengan masyarakat lingkungan. Begitu juga supaya dapat diterima
oleh orang lebih tinggi dari dia seperti orang tuanya, guru-gurunya dan
pemimpinnya. Kebutuhan ini perlu agar peserta didik dapat memperoleh kebutuhan
ini perlu agar peserta didik dapat memperoleh posisi dan berprestasi
dalam pendidikan.[22]
c.
Kebutuhan untuk Mendapatkan Status
Dalam
proses kebutuan ini biasanaya seorang peseta didik ingin menjadi orang yang
dapat dibanggakan atau dapat menjadi seorang yang benar-benar berguna dan dapat
berbaur secara sempurna di dalam sebuah lingkungan masyarakat
d.
Kebutuhan Mandiri
Kebutuhan
mandiri ini pada dasarnya memiliki tujuan utama yaitu untuk menghindarkan sifat
pemberontak pada diri peserta didik, serta menghilangkan rasa tidak puas akan
kepercayaan dari orang tua atau pendidik karena ketika seorang peserta didik
terlalu mendapat kekangan akan sangat menghambat daya kreativitas dan
kepercayaan diri untuk berkembang
e.
Kebutuhan untuk berprestasi
f.
Kebutuhan ingin disayangi dan dicintai
g.
Kebutuhan untuk curhat
h.
Kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup
Peserta
didik memiliki beberapa dimensi penting yang mempengaruhi akan perkembangan
peserta didik, dimensi ini harus diperhatikan secara baik oleh pendidik dalam
rangka mencetak peserta didik yang berakhlak mulia dan dapat disebut insan
kamil dimensi fisik (jasmani), akal, keberagamaan, akhlak, rohani
(kejiwaan), seni (keindahan), sosial.
Di
dalam proses pendidikan seorang peserta didik yang berpotensi adalah objek atau
tujuan dari sebuah sistem pendidikan yang secara langsung berperan sebagai
subjek atau individu yang perlu mendapat pengakuan dari lingkungan sesuai
dengan keberadaan individu itu sendiri. Sehingga dengan pengakuan tersebut
seorang peserta didik akan mengenal lingkungan dan mampu berkembang dan
membentuk kepribadian sesuai dengan lingkungan yang dipilihnya dan mampu
mempertanggungjawabkan perbuatannya pada lingkungan tersebut. Adapun hal-hal
yang harus dipahami adalah:
Ø Kebutuhannya
Ø Dimensi-dimensinya
Ø Intelegensinya
Ø Kepribadiannya.[23]
D.
Karakteristik Peserta
Didik
Beberapa hal yang
perlu dipahami mengenai karakteristik peserta didik adalah:
1.
Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, ia mempunyai
dunia sendiri, sehingga metode belajar mengajar tidak boleh dilaksanakan dengan
orang dewasa. Orang dewasa tidak patut mengeksploitasi dunia peserta didik,
dengan mematuhi segala aturan dan keinginannya, sehingga peserta didik
kehilangan dunianya.
2.
Peserta didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk
pemenuhan kebutuhan itu semaksimal mungkin. Kebutuhan individu, menurut Abraham
Maslow, terdapat lima hierarki kebutuhan yang dikelompokkan dalam dua kategori,
yaitu: (1) kebutuhan-kebutuhan tahap dasar (basic needs) yang meliputi
kebutuhan fisik, rasa aman dan terjamin, cinta dan ikut memiliki (sosial), dan
harga diri; dan (2) metakebutuhan-metakebutuhan (meta needs), meliputi
apa saja yang terkandung dalam aktualisasi diri, seperti keadilan, kebaikan,
keindahan, keteraturan, kesatuan, dan lain sebagainya. Sekalipun demikian,
masih ada kebutuhan lan yang tidak terjangkau kelima hierarki kebutuhan itu,
yaitu kebutuhan akan transendensi kepada Tuhan. Individu yang melakukan ibadah
sesungguhnya tidak dapat dijelaskan dengan kelima hierarki kebutuhan tersebut,
sebab akhir dari aktivitasnya hanyalah keikhlasan dan ridha dari Allah SWT.
3.
Peserta didik memiliki perbedaan antara individu dengan
individu yang lain, baik perbedaan yang disebabkan dari factor endogen (fitrah)
maupun eksogen (lingkungan) yang meliputi segi jasmani, intelegensi, sosial,
bakat, minat, dan lingkungan yang mempengaruhinya. Pesrta didik dipandang
sebagai kesatuan sistem manusia. Sesuai dengan hakikat manusia, peserta didik
sebagai makhluk monopluralis, maka pribadi peserta didik walaupun
terdiri dari dari banyak segi, merupakan satu kesatuan jiwa raga (cipta, rasa
dan karsa).
4.
Peserta didik merupakan subjek dan objek sekaligus dalam
pendidikan yang dimungkinkan dapat aktif, kreatif, serta produktif. Setiap
peserta didik memiliki aktivitas sendiri (swadaya) dan kreatifitas sendiri
(daya cipta), sehingga dalam pendidikan tidak hanya memandang anak sebagai
objek pasif yang bisanya hanya menerima, mendengarkan saja.
5.
Peserta didik mengikuti periode-periode perkembangan
tertentu dalam mempunyai pola perkembangan serta tempo dan iramanya. Implikasi
dalam pendidikan adalah bagaimana proses pendidikan itu dapat disesuaikan
dengan pola dan tempo, serta irama perkembangan peseta didik. Kadar kemampuan
peserta didik sangat ditentukan oleh usia dan priode perkembangannya, karena
usia itu bisa menentukan tingkat pengetahuan, intelektual, emosi, bakat, minat
peserta didik, baik dilihat dari dimensi biologis, psikologis, maupun dedaktis.
[24]
BAB III
KESIMPULAN
1.
Peserta didik adalah seorang individu yang tengah mengalami
fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun
fikiran.
2.
Peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu sedang
tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius
dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak.
3.
Kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi, yaitu:
kebutuhan fisik, kebutuhan social, kebutuhan untuk mendapatkan status,
kebutuhan mandiri, kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan ingin disayangi dan
dicintai, kebutuhan untuk curhat, kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup.
4.
Karakteristik peserta didik diantaranya: (a) peserta didik
bukan miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri, sehingga metode
belajar mengajar tidak boleh dilaksanakan dengan orang dewasa, (b) peserta
didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan kebutuhan itu semaksimal
mungkin, (c) peserta didik memiliki perbedaan antara individu dengan individu
yang lain, (d) peserta didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia. (e)
peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan, (f) peserta didik
mengikuti periode-periode perkembangan tertentu dalam mempunyai pola
perkembangan serta tempo dan iramanya.
5.
Sifat-sifat dan kode etik peserta didik dalam pendidikan
Islam yaitu; (1) belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada
Allah SWT (2) mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah
ukhrawi (3) bersikap tawadlu’ (rendah hati) (4) menjaga pikiran dan
pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.(5) mempelajari ilmu-ilmu yang
terpuji (mahmudah) (6) belajar dengan bertahap (7) belajar ilmu sampai
tuntas. (8) mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
(9) memprioritaskan ilmu diniyah. (10) mengenal nilai-nilai pragmatis
(11) peserta didik harus tunduk pada nasihat pendidik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2008).
Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati, Ilmu
Pendidikan, (Jakarat : PT. Rineka Cipta, 2006).
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam
Perspektif Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2008).
H.M. Arifin, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991).
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam
(Bandung: Pustaka Setia, 2009).
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008).
Jamal Abdul Rahman, Tahapan Mendidik
Anak, Penerjemah : Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi, (Bandung :
Irsyad Baitus salam, 2008).
M. Nashir Ali, Dasar-Dasar
Ilmu Mendidik, (Jakarta: Mutiara, 1982).
Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam, (Kalam Mulia, Jakarta, 2006).
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam:
Pendekatan Historis, Teoritis da Praktis, (Jakarta:
Ciputat Pers,2002).
Sardiman, Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010).
Zuhairini, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995).
Misbakhudinmunir.wodrpress.com.
[8] Samsul
Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis da Praktis
(Jakarta: Ciputat Pers,2002), hlm. 47.
[11] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.111.
[14] Jamal Abdul Rahman, Tahapan Mendidik Anak, Penerjemah : Bahrun
Abu Bakar Ihsan Zubaidi, (Bandung : Irsyad Baitus salam, 2008), hlm. 16.
[19] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,
(Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2008), hlm. 35.
ini lengkap kah blognya,
BalasHapusterima kasih. Tulisan ini banyak manfaatnya. Semoga berkah
BalasHapus